Sahabat
Engkau adalah mata hatiku. Kau telah membuka
hati untukku menerima segala hal, kau juga telah membawaku ke dalam dunia baru.
Kita bersama memasukinya untuk mengembara di dalamnya.
Sahabat
Engkau abadi di otakku. Ketika aku
melepasmu, kau telah memberikan setapak kenangan. Ketika aku melepasmu, aku
akan membangkitkan kenangan kita sehingga munculah istilah “hanya keledai yang
jatuh di lubang yang sama”.
Sahabat
Engkau abadi di hatiku. Saat aku hampir
putus asa dan hanya berfikir keegoisan, aku ingat engkau yang mencintaiku.
Itulah dimana aku mulai bangkit dan melawan keegoisan demi harga diri di
depanmu.
Sahabat
Engkau adalah guruku. Kita telah bersama
sekian tahun, membangun pribadi masing-masing. Satu sama lain saling
mempengaruhi, sehingga engkau mendidikan kedisiplinan yang akan kubawa nanti di
luar sana.
Sahabat
Engkau adalah bagian dari diriku. Sejauh
apa pun aku pergi meraih cita-cita, dirimu tetap ada dadaku. Sehingga suatu
saat aku akan bercerita pada orang di negeri sana, engkau sangat berjasa bagi
masa mudaku dulu.
Sahabat
Kadang aku berfikir, dapatkah kita bertemu
kembali nanti? Berkumpul, bercanda riang saling melempar kata-kata. Ombak besar
telah datang menghantam, batu karang di bawah kita menghantui, dapatkah kita
berkumpul seperti kemarin?
Sahabat
Rimba kita masing-masing akan berbeda.
Mungkin engkau berenang di samudra, sementara aku mencabik-cabik ranting yang
menghalangi jalanku di hutan. Namun aku yakin, kau ingat aku.
Sahabat
Kita pasti menghadapi pertikaian,
perselisihan, sampai baku-hantam nanti karena hidup adalah perlombaan. Namun
bukan pengalaman berharga jika tidak ada itu semua.
Sahabat
Sadarkah, tak ada yang namanya ‘mantan
sahabat’. Sahabat tak lekang oleh zaman selama otak masih pada tempatnya.
Selama sidik jari tidak berubah. Bahkan jika aku menjadi orang lain, jasa-jasa
engkau tetap tertanam.
Ahmed Antonius Othman Untuk
Sahabat-sahabatku