Senin, 09 Mei 2011

Makna Dibalik Sebuah Perpisahan


Sulit dibayangkan, suatu event yang akan menjadi event terakhirku bersama para sahabat sekolah. Ya, perpisahan, itulah kata mengerikan namun juga dinanti. Pada sisi lain, perpisahan adalah suatu gerbang kita yang mengantarkan pada kesuksesan, atau sebaliknye. Namun intinya perpisahan akan membuka dunia baru, buruk atau tidaknya setelah itu, perpisahan membangun kemandirian, itulah yang penting. Kita diajarkan mandiri oleh perpisahan, dan itu positif.


Tapi di sisi lain, itu adalah mimpi buruk. Meninggalkan orang-orang yang dicintai, tempat yang berjasa, bahakan harum wangi suasananya. Setiap manusia pasti menemui apa yang disebut perpisahan. Bagi sebagian orang, perpisahan hanya meninggalkan kenangan, luka, asmara yang tak sampai, juga curahan pelajaran yang tak ternilai dengan uang.

Dalam sebuah angkatan pelajar, perpisahan adalah hal yang lumrah. Hal ini tidak dapat dirasakan oleh pelajar yang duduk di bangku kelas dua atau satu, karena mereka tidak akan berpisah. Ini hanya dapat dirasakan oleh pelajar yang mengalami perpisahan karena akan meninggalkan sekolah dan menemui suasana baru.

Segala apa yang terjadi, baik suka mau pun duka, hanya bisa diingat dan itu adalah semua pengalaman yang melekat pada diri kita. Seolah, perpisahan telah mengorbankan segala peristiwa yang telah terjadi demi sebuah pengalaman yang tiada harga dan pengalaman itu akan membawa menuju arah baru yang lebih baik.

Aku teringat sebuah cerita tentang seekor ulat dan sehelai daun.


Di sebuah pohon, ulat yang berteman dengan daun, makanan pokoknya. Lalu ulat itu berkata.
Ulat : Hai Daun, Aku mencintai seekor ulat betina di pohon itu, tapi aku terpisah oleh sungai yang mengerikan. Apa yang harus ku lakukan?
Daun : Bersabarlah, kau akan menemui dia dipuncak hidupmu nanti. Kau hanya seekor ulat kecil yang tak berdaya tertiup angin.


Sang ulat bingung, ia merasa tak mungkin menemuinya.


Ulat : Wahai daun, rasanya aku tak mungkin menemuinya. Lalu harus kulakukan apa?
Daun : Tak ada yang tak mungkin. Kecuali kau memakan kepalamu sendiri.


Ulat termenung dengan apa yang dikatakan daun. Lalu ia melihat belalang melompat dengan indahnya.


Ulat : Hai daun, ajari aku melompat dengan indah seperti belalang itu, agar aku bisa melompati sungai yang mengerikan.
Daun : Bagaimana aku bisa mengajarkanmu? Aku hanya sehelai daun hijau yang memberimu makan. Sabarlah, suatu hari nanti, kau akan lebih indah dari belalang itu. Tugasku saat ini hanya memberimu makanan yang tak kau dapati saat nanti.
Ulat : kapan hari itu?
Daun : hari itu adalah dimana kau telah melewati perpisahan.
Ulat : apa itu perpisahan?
Daun : Kau akan mengerti nanti.


Waktu terus berlalu, sang ulat dengan lahap memakan daun yang berjasa baginya. Lama kelamaan jadilah ulat itu kepompong. Itulah disaat ulat dan daun itu mulai tidak saling menyapa. Perpisahan.
Ketika sang ulat telah berubah, mempunyai sayap sangat indah, ia bisa terbang ke sana ke mari dan menemui cintanya yang telah lama dinanti. Kemudian kupu-kupu itu berfikir,
“dulu aku tidak mengerti apa yang disebut puncak kehidupan. Dulu aku menginginkan melompat indah bagai belalang, namun daun meyakinkanku bahwa aku akan lebih indah dari itu. Itulah aku sekarang”.


Kadang sang kupu-kupu berfikir bahwa ia rindu dengan sang daun. Namun apa daya, ia sekarang adalah kupu-kupu. Ia telah merasakan perpisahan yang dikatakan oleh daun dulu. Ia telah mendapatkan hal yang berharga, setidaknya daun itu telah sangat membantuku menjadi sekarang ini.


Itulah sepenggal kisah yang mengingatkan kita bahwa dibalik sebuah perpisahan, pasti ada nilai positif yang melekat pada diri kita. Walau harus berderai air mata, perpisahan tidak menjadikan seekor ulat bersedih karena kehilangan daun, lihatlah kupu-kupu yang terbang mengitari kebun bunga yang indah, bukankah itu lebih indah dari hanya sehelai daun? Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi nantinya setelah perpisahan.


Satu kalimat yang selalu menempel pada diriku berkat indahnya persahabatan adalah “Berada di puncak itu sulit, namun lebih sulit lagi kita mempertahankannya. Semakin kita tinggi memanjat pohon, maka angin akan semakin deras menghantam”.
Good luck friends... Semoga perpisahan membawa kita pada hal yang sangat lebih baik.



Ahmed Antonius Othman